Rabu, 26 Oktober 2011

nulis yuk!!!!

kaku rasanya jari jemari ini untuk mengetik. mencoba merangkai kalimat menjadi sepenggal tulisan yang hidup dan bermakna. hmmmm..... mungkinkah aku masih mampu ea melakukannya ea???

tulisan..... sebuah media paling nyaman untuk mengekplorasi kata hati. media yang mampu beremosi tapi tanpa harus bercapek2 fisik. serta sarana yang mampu mengungkapkan reaksi tanpa harus orasi.

meskipun diawal terasa susah,banyak salah dan kesulitan merangkai kata menjadi kalimat yang sesuai kaidah idealnya tapi perlu difahami bahwa ada taste unik dari menulis. yaitu..."kemenganan".
menang dari kenervousan krn tidak harus bertemu dengan obyek yang ditujukan atopun dari memperlihatkan wujud asli
menang dari memperdayakan hati dan fikir
serta menang karena mampu membuat sejarah yang dapat diabadikan.

kadang ada beberapa tipikal manusia yang kurang mampu mengungkapkan keinginan hati secara langsung lewat lisan, entah alasanya apa tapi menurutku itu sebuah problem yang gak enak banget. jika sebuah keinginan gak mampu diekplorasikan yang muncul hanyalah tekanan batin dan kekecewaan yang gak akan pernah dipahami orang lain. dari sini, tulisanlah sebagai solusi agar apa yang terkehendak di hati dapat dipenuhi.
so, let's write!!!!
_anindah_

Minggu, 30 Januari 2011

Bismillahirahmani Rahim...

Jika hati itu adalah ruang
Maka ku harap hanya pemilikNya yang menempatinya

Jika hati adalah bejana
Maka ku harap rahmatlah yang mengisinya

Jika hati itu adalah selembar kertas
Maka Ku harap Kesucianlah yang menjaganya dari noda

Jika hati itu harus mendapati fitrahnya
Maka biarlah mengalir dengan keridhaanNya

Jika fitrah itu merindukan balasnya
Maka biarlah hanya dia yang berhak sajalah yang kelak membalasnya

Jika fitrah itu kehilangan dalam waktu
Maka cukuplah dia yang ku tunggu demi mengurangi kesia-siaanku dalam meleburkan potensi keindahan fitrah ini kepada yang belum berhak membalasnya

Jika fitrah itu tak mampu bersemi dalam ridhaNya
Ku berharap Semoga Rabb sampaikan fitrah itu kepada keridhaanNya

Jika fitrah itu dalam keraguan
Maka kuberharap Rabb menyegerakan mempertemuanku dengannya

Jika fitrah itu menghendaki kesucian
Maka cukup kesucianlah yang berhak menyelimutinya

Jika fitrah adalah cinta
Maka ku berharap Cinta itu lahir dalam dekapan kesucian akan sebuah Keridhaan
Menjadikan sang hati mendekat kepada Pemiliknya yang Maha Suci
Mengharap Keberkahan datang untuk meriasi fitrah ini dengan kesucian

Jika fitrah ini harus mencintai
Maka fitrah ini akan belajar untuk mencintai dia yang berhak merengkuh cinta itu dihatinya kelak
Entah kepada siapa, namun Fitrahku kepadanya lebih dahulu hadir dari perkenalanku dengannya

Namun, dalam masa penantian ini membuatku bertanya tentangnya
Tetapi, Cinta ini lebih dulu terarah kepadanya sebelum suara dan hadirnya sampai kepada penginderaan
Cinta ini telah datang mendahului waktu yang akan mempertemukan aku dengannya
Aku telah belajar mencintainya mulai saat ini, walaupun aku belum pernah mengenalnya
Sehingga Cintaku tak sia-sia karena pasti terbalas kepada dia yang berhak membalasnya...
-
Seseorang yang merindukan akan kehadiran seseorang yang akan menjadi pendamping dunia dan akhiratnya kelak, tak akan pernah rela membiarkan pasangannya itu bermaksiat kepada Rabbnya walaupun dia belum pernah meminangnya
Jaga selalu kesucianmu, karena kesucian itu akan sampai kepada hati yang berhak membalasnya
Berharaplah kesucian kepadaNya Yang Maha Suci. Semoga Dia memberikan engkau dan pasanganmu Kesucian
Ingatlah bahwa: Laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik

Keep Istiqomah dalam kebaikan

*Salam Cintaku Kepada Kalian Semua Karena Kecintaanku kepada Rabb*

Semoga Alah memaafkan aku ketika aku bersalah
Allahuma Amiin

--end---

Rabu, 26 Januari 2011

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI INDONESIA DAN SOLUSINYA

PENDAHULUAN
Salah satu prasarat untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera adalah lebih di tentukan oleh sejauh mana kuwalitas sumber daya masyarakatnya. Kwalitas suatu bangsa sangat di tentukan oleh peran serta mutu pendidikan yang di pergunakan oleh bangsa tersebut. Masyarakat yang berperadaban adalah masyarakat yang berpendidikan. Dalam hal ini Muhammad Naquib al-Attas dalam konsep pendidikan Islam mengatakan, menurutnya pendidikan islam itu lebih tepat diistilahkan dengan ta’dib di bandingkan dengan istilah tarbiyah atau ta’lim, sebab dengan konsep ta’dib , pendidikan akan memberikan adabatau kebudayaan.[1] Gambaran serupa juga di kemukakan oleh seorang pendidik besar Perancis yang hidup pada sekitar abad ke-19dalam sebuah buku yang terkenal “Aqeuitient Superiorite de Anglo Saxons” (Superiornya bangsa Inggris) yang terbit tahun 1897, dalam salah satu bab terpentingnya berjudul “New Education” menyatakan: Kalau kita hendak menyimpulkan jawaban tentang persoalan masyarakat dalam suatu patah kata, maka kata itu ialah “Pendidikan”.[2] Dan sesungguhnya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat adalah bertujuan supaya membiasakan diri untuk mengantisipasi setiap peristiwa baru di dunia ini, agar manusia mampu berjuang dengan tenaganya sendiri.Menyadari beratnya tantangan perkembangan zaman ke depan ,  sistem pendidikan yang ada sekarang ini haruslah mampu menyesuaiakan diri dengan koindisi riil  dan mampu menjawab berbagai problematika yang ada di dalamnya. Problematika kehidupan yang semakin berat inilah yang menjadi beban utama pendidikan saat ini. Melalui penulisan makalah singkat ini, penulis ingin  mengungkap tentang problematika pendidikan di maksud  sekaligus mencoba mencari solusi pemecahannya.
PROBLEMATIKA PENDIDIKAN
Problematika adalah berasal dari akar kata bahasa Inggris “problem” artinya, soal, masalah atau teka-teki. Juga berarti problematic , yaitu ketidak tentuan.[3]
Tentang pendidikan banyak definisi yang berbagai macam, namun secara umum ada yang mendefinisikan bahwa ; pendidikan adalah suatu hasil peradaban sebuah bangsa yang dikembangkan atas dasar suatu pandangan hidup bangsa itu sendiri, sebagai suatu pengalaman yang memberikan pengertian, pandangan, dan penyesuaian bagi seseorang yang menyebabkan mereka berkembang.[4] Definisi pendidikan secara lebih khusus sebagaimana di kemukakan oleh Ali Saifullah,  bahwa pendidikan ialah suatu proses pertumbuhan di dalam mana seorang individu di bantu mengembangkan daya-daya kemampuannya, bakatnya, kecakapannya dan minatnya.[5]Sehingga dapat di simpulkan disini bahwa pendidikan adalah, suatu usaha sadar dalam rangka menanamkan daya-daya kemampuan , baik yang berhubungan dengan pengalaman kognitif ( daya pengetahuan), affektif ( aspek sikap) maupun psikomotorik ( aspek ketrampilan) yang dimiliki oleh  seorang individu.
Adapun yang dimaksud dengan problematika pendidikan adalah, persoalan-persoalan atau permasalahan-permasalahan yang di hadapi oleh dunia pendidikan. Persoalan-persoalan pendidikan tersebut menurut Burlian Somad secara garis besar meliputi hal sebagai berikut : Adanya ketidak jelasan tujuan pendidikan, ketidak serasian kurikulum, ketiadaan tenaga pendidik yang tepat dan cakap, adanya pengukuran yang salah ukur serta terjadi kekaburan terhadap landasan tingkat-tingkat pendidikan.[6]
Ketidak Jelasan Tujuan Pendidikan
Dalam undang-undang nomor 4 tahun l950, telah di sebutkan secara jelas tentang tujuan pendidikan dan pengajaran yang pada intinya, ialah untuk membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air berdasarkan pancasila dan kebudayaan kebangsaan Indonesia dan seterusnya….[7] Namun dalam kenyataan yang terjadi terhadap tujuan pendidikan yang begitu ideal tersebut belum mampu menghasilakn  manusia-manusia sebagaimana yang dimaksud dalam tumpukan kata-kata dalam rumusan tujuan pendidikan  yang ada, bahkan terjadi sebaliknya , yakni terjadi kemerosotan moral, kehidupan yang kurang demokratis, terjadi kekacauan akibat konflik di masyarakat dan lain lain, hal ini merupakan suatu indikasi bahwa tujuan pendidikan selama ini belum dikatakan berhasil, mungkin disebabkan adanya ketidak jelasan atau kekaburan dalam memahami tujuan pendidikan yang sebenarnya.
Ketidak Serasian Kurikulum
Kebanyakan kurikulum yang dipergunakan di sekolah-sekolah masih berisi tentang mata pelajaran-mata pelajaran yang beraneka ragam , sejumlah jam-jam pelajaran dan nama-nama buku pegangan untuk setiap mata pelajaran.
Sehingga pengajaran yang berlangsung kebanyakan menanamkan teori-teori pengetahuan melulu, akibatnya para lulusan yang di hasilkan kurang siap pakai bahkan miskin ketrampilan  dan tidak mempunyai kemampuan untuk berproduktifitas di tengah-tengah masyarakatnya, karena muatan kurikulum yang di terima di sekolah-sekolah memang tidak di persiapkan untuk menjadikan lulusan dari peserta didik untuk dapat mandiri dimasyarakatnya.
Ketiadaan Tenaga Pendidik Yang Tepat dan Cakap.
Masih banyak di jumpainya suatu slogan yang berbunyi “tak ada rotan akarpun jadi” , menunjukkan suatu gambaran betapa rendahnya kualitas tenaga kependidikan yang ada, karena harus di pegang oleh tenaga-tenaga pendidikan yang bukan dari ahlinya. Pada hal menugaskan dan mendudukkan seseorang sebagai pendidik yang tidak di bina atau dibekalinya ilmu kependidikan dan yang bukan dalam bidangnya, sangatlah menimbulkan kerugian yang sangat besar, diantaranya terjadinya pemborosan biaya, terjadinya pemerosotan mutu hasil pendidikan, lebih jauh lagi akan mempersiapkan warga masyarakat di masa mendatang dengan pribadi-pribadi yang  memiliki kualitas rendah sehingga tak mampu bersaing dalam kehidupan yang serba problematis.
Adanya Pengukuran Yang Salah Ukur.
Dalam masalah pengukuran terhadap hasil belajar yang sering di sebut dengan istilah ujian atau evaluasi, ternyata dalam prakteknya terjadi ketidak serasian antara angka-angka yang di berikan kepada anak didik sering tidak obyektif , di mana pencantuman angka-angka nilai yang begitu tinggi sama sekali tidak sepadan dengan mutu riil pemegang angka-angka nilai itu. Ketika mereka di terjunkan ke masyarakat, tidak mampu berbuat apa-apa yang setaraf dengan tingkat pendidikannya. Jelasnya tanpa adanya pengukuran yang obyektif dapat di pastikan tidak akan pernah terwujud tujuan pendidikan yang sebenarnya.
Adanya Kekaburan Landasan Tingkat-Tingkat Pendidikan.
Selama bertahun-tahun nampaknya tidak ada yang meninjau kembali tentang penjenjangan tingkat pendidikan , mulai dari tingkat dasar hingga ke tingkat perguruan tinggi.Apakah hasil penjenjangan selama ini di dasarkan atas tingkat perkembangan pisik dan psikis anak didik ataukah sekedar terjemahan saja dari tingkat-tingkat pendidikan yang dipakai umum di seluruh dunia, kalau itu masalahnya , kondisi anak didik kita jelas jauh berbeda dengan kondisi negara – negara lain didunia , sehingga mustahil apabila harus diadakan persamaan. Ataukah di dasarkan atas hasil penelitian empiris, apakah benar bahwa untuk menjadi seorang yang bercorak diri bernilai tinggi itu cukup memerlukan pembinaan selama masa waktu 17 / 24 tahun. Inilah permasalahan-permasalahan di sekitar pendidikan kita yang selama ini belum diketemukan jawabannya.
SOLUSI PEMECAHAN TERHADAP PROBLEMATIKA PENDIDIKAN
Dalam menghadapi masalah ketidak jelasan tujuan pendidikan selama ini, perlu segera di rumuskan secara jelas variabel-variabel yang harus dicapai untuk masing-masing jenjang pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, dalam arti penerapan hasil secara realistis yang dapat di rasakan dampaknya di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak dalam wacana pencapaian tujuan secara idialistis.
Untuk mengatasi ketidak serasian kurikulum , perlu di hilangkan kesan adanya pengindentikan sekolah hanyalah menanamkan teori-teori ilmu melulu, perlu menghilangkan kesan bahwa pendidikan itu identik dengan pengajaran, perlu meminimalisir kekeliruan langkah dalam pembuatan kurikulum yang kurang berorientasi terhadap kondisi riil pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Demikian pula dalam mengatasi ketiadaan tenaga pendidik yang berkualitas dan yang profesional, perlu merekrut sebanyak-banyaknya tenaga – tenaga dari lulusan lembaga pendidikan dengan keharusan memiliki kecakapan menguasahi ilmu-ilmu yang di perlukan bagi pembuatan standard kualitas minimal, tenaga yang menguasai ilmu-ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan menejement pendidikanyang dapat membawa perubahan ke arah yang lebih maju.
Syarat lainnya yang harus ada pada diri pendidik minimal, memiliki kedewasaan berfikir, kewibawaan, kekuatan kepribadian, memiliki kedudukan sosial-ekonomi yang cukup, kekompakan sesama pendidik dalam satu team. Dan lain sebagainya.
Pengukuran dalam bidang pendidikan sangat menetukan  berkualitas atau tidaknya individu peserta didik, hal itu tergantung bagaimana alat ukur yang di pergunakan. Dalam kenyataannya masih banyak alat ukur yang di buat secara sembarangan tanpa melalui proses standardisasi, sehingga alat ukur tersebut tidak bisa diandalkan , karena tidak valid dan tidak reliabel.Oleh sebab itu perlu membuat alat ukur  yang valid dan reliabel , disertai dengan pemberian nilai-nilai angka seobyektif mungkin tanpa terpengaruh oleh subyektifitas dan rekayasa, hanya dengan cara pengukuran seperti inilah yang dapat menjamin mutu hasil pendidikan yang diharapkan.
Pada akhirnya , untuk mencari solusi terhadap penjenjangan pendidikan , haruslah di dasarkan pada apa saja yang harus di bentukkan pada anak didik , perlu melakukan perhitungan secara seksana dengan melakukan experimen yang matang untuk menemukan fakta-fakta kebenaran baru dalam rangka meninjau kembali penjenjangan tingkat pendidikan yang selama ini di pedomani.
KESIMPULAN
Dari sekian banyak uraian yang telah penulis tuangkan melalui isi makalah ini, dapatlah penulis simpulkan , hal-hal sebagai bertikut : Sesungguhnya problematika pendidikan yang ada sekarang ini lebih terletak pada ketidak jelasan tujuan yang hendak di capai, ketidak serasian kurikulum terhadap kebutuhan masyarakat, kurangnya tenaga pendidik yang berkualitas dan profesional, terjadinya salah pengukuran terhadap hasil pendidikan serta masih belum jelasnya landasan yang di pergunakan untuk menetapkan jenjang-jenjang tingkat pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga keperguruan tinggi.
Solusi yang penulis tawarkan dalam mencari pemecahan masalah , adalah perlunya meninjau dan merumuskan kembali secara realistis terhadap problematika yang sedang dihadapi oleh dunia pendidikan kita selama ini.

[1] Lihat Muhammad Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam, Suatu Rangka pikirPembinaan Filsafat Pendidikan Islam; Terjemahan Haidar Bagir, cet. Ke-4 ( Bandung:Mizan,l992),h.7.
[2] Lihat Zainal Abidin Ahmad, Memperkembang dan Mempertahankan Pendidikan Islam di Indonesia, cet.ke-1 (Jakarta:PT.Bulan Bintang, 1970 ),h.15.
Hasta,1980),h.159.
[4] Lihat Siti Meichati, Pengantar Ilmu Pendidikan (cet.ke-11;Yogyakarta: Penerbit FIP-IKIP,1980),6.
[5] Lihat Ali Saifullah, Antara Filsafat dan Pendidikan (Surabaya-Indonesia:Usaha Nasional, tt.),h. 135.
[6] Lihat S.Wojowasito-W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia ( cet.ke-3; Bandung:Penerbit [6] Lihat Burlian Somad, Beberapa Persoalan Dalam Pendidikan Islam (Cet.ke-2; Bandung:Pt.Al-ma’arif,1978),h.101-105.
[7] Lihat Siti Meichati, Op.Cit.h.11.
Saya, Abied, dari sebuah tempat paling indah di dunia.
Salam …
================================================